Senin, 22 Juli 2013

Catatan Awal Seorang Pengusaha 1

Mengawali Perjuangan


Ramadhan 1434 H. Bulan yang sangat spesial untuk kaum muslimin di seluruh dunia. Bulan yang sangat dinanti-nanti kedatangannya karena barokah dan efeknya begitu luar biasa kepada semua kaum muslimin di dunia. Tidak hanya kaum muslimin, kaum non muslim merasakan efek bulan Ramadhan, apalagi di akhir-akhir bulan ramadhan. 

Satu Ramadhan 1434 H jatuh pada 10 Juli 2013. Tanggal 10 Juli adalah hari pertamaku memulai usaha. Memulai bisnis yang sudah lama kuimpikan. Bisnis roti bakar khas Bandung menjadi pilihanku, karena emang aku suka roti jenis ini haha. Kubuka usahaku di daerah Nitikan, Jl Sorogenen, Yogyakarta dengan brand "AING BAKERY". Akhirnya usaha ini bisa berjalan juga setelah lama menjadi tulisan belaka. 


Persiapan untuk memulai bisnis ini butuh banyak keringat dan waktu. Setelah membeli semua bahan dan alat, mulai gerobak, spatula, solet, mentega, selai, meses coklat, susu kremer, plastik, dll, ada 1 masalah serius, yakni uji coba. Aku berpartner dengan temanku, Adi dalam bisnis ini, sehingga aku sangat terbantu dalam hal lokasi dan listrik. Adi belum pernah merasakan sensasi membakar roti khas Bandung. Mulailah ia mencoba. Hasilnya tidak buruk, hanya meses coklat yang dimasukkan ke dalam roti belepotan di plat. Lucu juga. Pernah juga, kami membakar roti terlalu lama, karena platnya belum panas betul, sehingga rasa renyah roti bakarnya berkurang. Haha. 

Lokasi jga menjadi masalah. Sangat sulit menemukan lokasi berjualan di daerah sekitar kampus UGM. Bahkan teras-teras Indomaret pun sudah penuh semua, hanya tersisa di daerah-daerah yang sangat jauh. Setelah sekitar 2 bulan mencari lokasi, kami menemukan lokasi di pinggiran Jl Perintis, Jogja, di depan gang menuju rumah Adi. Letaknya di depan percetakan SPM. Setelah lobi-lobi dengan pemiliknya, kami berjualan disitu. Hari pertama, ada 3 roti yang terjual. Lumayanlah. Sekitar 30000 pemasukan kami di hari itu. Tapi, ada 1 pikiranku yang sangat mengganggu. Tempatnya sangat kotor. Padahal, bsinis kuliner itu menuntut higienitas. Tempat memasak kami   terpisah dari gerobak, sehingga kontak dengan debu di udara luar sangat mungkin terjadi. Di sekitar tempat itu banyak daun-daun berserakan dan debu-debu tebal, sehingga aku yang berjualan pun merasa jijik. Haha.

Hari pertama kami lalui dengan lumayan sukses. Esoknya, sebelum memulai usaha lagi, aku coba survei ke tempat yang namanya "Jalur Gaza". Jalur Gaza ini adalah Jalan Sorogenen, yang ketika Ramadhan disulap menjadi pasar makanan dan takjil ketika sore hari menjelang berbuka. Aku berpikir ni adalah tempat yang pas untuk berjualan. Aku sms nomor kontak panitia nya dan disuruh menghadap ketuanya di rumah depan Masjid Muthohhirin. Tapi, aku menunda pertemuannya dengan alasan ingin fokus di Jl Perintis. Aku langsung menuju rumah Adi untuk siap-siap. Ternyata Adi lagi keluar, aku tunggu di luar rumahnya. Adi pun datang. Tiba-tiba ia menawarkan untuk jualan di Jalur Gaza. Woooowww !!! Keajaiban ini terjadi dalam 10 menit. Langsung saja, kami menyewa pick up untuk membawa gerobak ke Jalur Gaza. Kebetulan di Jalur GAza ada rumah neneknya Adi, sehingga kami bisa mendapat space berjualan di depan rumah itu. Yuuhhuu. Tempatnya pun lebih bersih dan gerobaknya bisa ditingggal dengan aman. Listrik pun bisa ambil dari rumah neneknya. Benar-benar sebuah keajaiban kawan!!!!

Hari kedua kami berjualan, kami sudah berpindah tempt ke tempat yang lebih baik, lebih rame, lebih prospektif, dan lebih murah tentunya. Tak sepeserpun yang kmai keluarkan untuk mendapat space ini. Padahal, orang-orang yang berjualan di situ harus membayar untuk dapat space berjualan. Alhamdulillah Hari kedua berjalan, 3 roti lagi yang terjual. Lumayan lah. Khusus ramadhan, kami hanya buka sampai sekitar pukul 18.45, karena setelah itu kami ingin shalat Isya dan Tarawih berjamaah. Hari demi hari berlalu dengan berjualan di bulan Ramadhan. Pemasukan terkadang tidak mampu menutup pengeluaran di hari itu. Terkadang juga, pengeluaran kami lebih kecil daripada pemasukan. Inilah rasanya memulai bisnis bro. Tak segampang yang kukira ternyata. Butuh kesabaran dan tenaga ekstra. 

                                                
                                                   Gambar 1: Roti Bakar Khas Bandung

Beberapa kejadian menarik terjadi saat kami berjualan di Jalur Gaza. Pernah suatu ketika kami sudah membuat pesanan orang rasa coklat. Saat aku sudah mengoles mentega, ternyata ia minta rasa strawberry. Padahal kalau rasa selai tidak perlu mentega. Aku antara bingung dan kecewa. Tapi, aku langsung menuruti kemauan pembeli tadi dengan mengambil roti baru. Satu roti masih menunggu ternyata. Hohohoh. Adi juga punya cerita menarik. Adi pernah mengoleskan selai blueberry ke dlam rotinya, tapi selai nya sangat sedikit. Ibu yang beli tidak protes. Lalu, ketika aku mengoleskan selai blueberry ke pesanan yang lain, ibu tadi protes karena pesanannya selainya sedikit sekali. Wah, terang saja aku menegur Adi yang sudah telanjur membakarnya. Roti pun kami keluarkan sebentar dan aku tambahi selainya. Untung ga jadi malu wkatu itu sama pembeli, ibu-ibu lagi. 

Itulah hari-hari pertmaku memulai bisnis ini. Aku dan Adi masih duduk di bangku kuliah semester 4. Semoga ini bukan waktu yang telat untuk memulai bisnis. Aku tidak ingin ketika aku di usia-usia yang harusnya sudah punya penghasilan sendiri, aku masih nganggur mencari kerja kesana-kemari. Biarlah kami rugi ketika usia kami masih 20 tahun, karena masih banyak waktu untuk memperbaikinya. Salah satu prinsip yang ku pegang mengapa aku memulia bisnis ini adalah:

SETIAP ORANG PUNYA JATAH GAGAL. MAKA, HABISKANLAH JATAH GAGALMU DI MASA MUDA.

Terima kasih, arigato, matur nuwun, thank you, syukron.
Salam entrepreuner sukses nan shalih !!!



1 komentar:

  1. Semangat zul hehe rotine dipaketno nang Bogor iso ora?? arep nyoba hehe ^_^

    BalasHapus