Jumat, 19 April 2013

Dari Teman SMA, Ternyata Jadi Jodoh

Teman SMA-ku, Jodohku
(Eps 3)

Raka tak patah semangat mesti nilainya masih ancur-ancuran. Ia yakin ia akan lulus, entah dengan nilai berapapun. Sementara si Fidha sudah diprediksi bakal lolos UN dengan mudah. Logikanya, kalo Fidha aja gak lulus UN, maka semua siswa-siswi kelas 12 angkatannya ga ada yang lulus. Yah semacam itulah pokoknya. Raka dan kawan2 sepermainannya merasa ada tekanan lebih di ujung masa SMA ini.

Hari menjelang UN pun makin dekat. Hari yag menentukan kelulusan anak-anak SMA makin dekat. Tak terasa tinggal 2 minggu lagi. Ada 2 tipe murid jika udah dalam kondisi begini. Yang pertama, murid santai. Murid spesies ini adalah murid2 yang secara fisik, maksudnya nilai rapor dan try out nya bagus-bagus. Mereka makin dekat makin ga sabar aja ngadepin. Gile aja. Yang kedua, nah ini adalah murid tegang. Tegang apanya?? Pikirannya lah, jangan yang lain2. Mereka merasa under-pressure menghadapi UN ini. Mereka merasa 3 tahun waktu sekolah mereka di SMA telah mereka sia-siakan untuk bermain. So, siapa yang lebih baik dari kedua spesies murid ini? Yah, kaga ada yang lebih baik. Semuanya adalah misteri, termasuk UN. 

Raka menjadi anak yang super rajin di H-2 minggu UN. Yang biasanya main-main di siang sampai malam hari, sekarang diganti menghadap buku dan sibuk diskusi sama temen2 nya. Akhirnya, sadar juga dia. Tak terasa udah hampir setiap hari matanya menatap ribuan soal latihan UN demi mengejar kelulusan yang sudha di depan mata. Yang lebih mengherankan lagi, dia sampai lupa ada pertandingan bola di setiap weekend nya. Bagus lah untuk sementara waktu, Ia juga makin sering singgah di rumah temannya untuk belajar bareng. Keren nih, termasuk ke rumah Iwan, tetangganya yang juga sekolah di SMA yang sama. 

"Wan, bisa ngajarin aku gak soal ini?" pinta Raka.
"Ohh yang ini pake rumus Archimedes, Rak, "sahut Iwan.
"Ohh Archimedes ya," sahut Raka sambil berpikir keras sambil memutar-mutar pensilnya selama 10 menit. 
"Archimedes itu yang mana Wan? Jangan ngaco ah masa soal beginia pake Hukum Archimedes?" kata Raka.
"Yah elah dibilangin kok ga percaya. Mau pake rumus apa lagi.Kan diketahui massa jenis, volum, massa air, massa benda, gravitasi. Ya udah masukin aja pokoknya" kata Iwan.
"Iya iya deh", Raka menggerutu sambil membuka buku untuk melihat apa sih rumus Hukum Archimedes. 

Begitulah kira-kira suasana belajar semua siswa SMA menjelang UN. Kadang bingung, kadang buntu, kadang lupa. Yah repot emang. Ketika si Raka masih sibuk mencari rumus-rumus di buku, si Fidha sudah sangat lancar mengerjakan latihan-latihan soal ujian. Hampir semua latihan soal dilahap habis sempurna. Bagaikan pisang yang berceceran di tengah jalan, dan di tengah itu ada monyet yang lewat (panjang bener perumpamaannya). Tak yang ada yang terlewatkan satu pun dari soal-soal latihan itu. Yang pasti, Fidha sudah sangat, bahkan terlalu siap untuk ujian sekelas UN. Ini bener-bener ngece yang bikin soal UN haha.

Dua minggu adalah waktu yang singkat untuk melahap semua materi 3 tahun belajar. Dua minggu adalah waktu yang sedikit untuk mengerti trik-trik mengerjakan soal-soal UN secara cepat. Dua minggu tersebut menjadi ajang pembuktian siapa yang serius belajarnya atau tidak. Yang pasti semua belajar dengan serius, engan kadar keseriusan masing-asing yang tak bisa disamakan. Ada yang sanggup belajar sampai 5 jam non stop, ada yang hanya 10 menit lihat rumus-rumus udah pusing. Ada yang bisa 3 jam non stop belajar tanpa break, ada yang setengah jam non stop break tanpa belajar. Ada bisa break 2 jam non stop, ada juga yang bisa break 4 jam non stop. Beda tipis. Dari sini muncul kesan UN itu sulit, padahal ya emang sulit, bagi yang ga serius belajar, dengan tingkat keseriusan masing-masing. 

Hari pertama UN pun tiba. Pelajaran Bahasa Indonesia menjadi appetizer UN kali ini. Menjadi hidangan pembuka untuk para peserta UN. Menjadi tes mental pertama para peserta. Dengan pilihan jawaban yang lebih panjang daripada soalnya, Bahasa Indonesia berpotensi lebih menyulitkan daripada Matematika atau IPA. Padahal bahas sendiri lho Yah sama lah sama orang Inggris. Orang Inggris asli pun dijamin TOEFL nya ga selalu 600 ke atas semua. Ada yang 400 an juga. Karena emg pelajaran bahasa adalah permainan kata-kata. 

Para peserta UN berdatangan lebih awal. Ujian baru dimulai pukul 08.00, tpi merka udah mulai berdatangan yang 7 pagi. Suasana yang kontras dibandingkan waktu sekolah biasa, dimana ada yang mepet bahkan telat datangnya. Semuanya berwajah kalem dan baik-baik. Tak ada wajah saling benci, tak ada wajah saling dendam. Semua sudah saling memaafkan demi kelulusan mereka semua. Begitu bel berbunyi, mereka masuk berbarengan dengan pengawas. Suasana mencekam di awalnya, karena takut soal yang bakal dihadapi lebih sulit daripada latihan-latihan soalnya. Waktu 120 menit untuk mengerjakan Bahasa Indonesia dimulai smapai pukul 10,00. 

Suasana di kelas sangat tenang karena ada soal yang menentukan masa depan mereka, paling tidak 1 langkah, yakni kelulusan. Begitu pula di kelas Raka. Raka di duduk di kursi paling belakang. Dengan 4 tipe soal, A-D, para siswa harus pintar-pintar mencari timing bila ada ingin mencontek. Hayo kok mencontek sih. Tapi itulah yang terjadi. Dengan segala kreatifitasnya, siswa-siswi mengeluarkan jurus terbaiknya jika memang tidak bisa mengerjakan beberapa nomor yang sulit, termasuk Raka. Banyak trik yang dilakukan. Pertama, memakai kode jari, menunjuk angka 0 sampai 9. Angka 6-9 diisyaratkan dnegan ibu jari ditambah 1-3. Memanggilnya pun tanpa suara, tapi lewat suara hati dan mata. Semua sudah tau bahwa mereka harus peka dengan lingkungan sekitar.Para pengawas pun tak mau kecolongan. Mata mereka pun terus mengawasi setiap detik yang dilewati sampai waktu mengerjakan habis. Trik selanjutnya adalah dengan menggunakan kertas yang disebar. Pengawas kurang kesulitan untuk mengantisipasi hal ini, karena kertasnya tidak dilempar langsung, kayak anak SD aja. Kertasnya diselipkan di antara penghapus dan plastik penghapus, sehingga tidak terlihat. Ketika ada yang pura-pura pinjam, maka itulah tanda-tandanya. Sungguh keterlaluan siswa-siswi ini. Kalo ketahuan, hancurlah mas adepan mereka. Untungnya sampai hari ke-4 ujian, yang ditutup dengan Bahasa Inggris dan IPA tidak ada yang ketahuan mencontek. Mungkin di satu sisi kita mengutuk perilaku siswa seperti ini karena tidak jujur, tapi di sisi lain ini akibat kebijakan pemerintah juga yang menentuka bahwa kelulusan siswa SMA hanya ditentukan oleh nilai UN sja, tak ada nilai lainnya. Seperti kita menilai bagusnya mobil dari casing-nya, tanpa dicek mesin dan interiornya. Ironis. Tapi, itulah kenyataanya.

UN hari ke-4 selesai sudah. Begitu bel bergemuruh, anak-anak sontak berteriak lega UN sudah selesai, terutama Raka. Selesai udah penderitaan ini. Fidha yang memang sudah siap dari awal biasa-biasa aja begitu UN selesai. Langsung Raka mengambil bola menuju lapangan bersama komplotannya melewati kelas Fidha. 
"Fid, udah selesai nih. Ke lapangan yuk main-main bareng", ajak Raka. 
"Oh ya gampang ntar aku nyusul deh", sahut Fidha lesu karena pikiran diperas oleh 2 pelajaran hari itu. 
"Oke oke. Senang-senang bentar lah, kan udah ujian", kata Raka sambil menepuk pudak Fidha dan langsung berlari menuju lapangan. Hanya senyum kecil yang muncul dari Fidha. 

Raka dan kawan-kawannya benar-benar kesetanan siang itu. Rasa senang tiada kira mereka dapatkan karena UN selesai. Guru-guru juga lega karena anak-anaknya senang UN selesai, yang bisa jadi pertanda mereka sudah yakin bakal lulus UN. Main bola pun mereka puaskan sampai sore hari. Sampai-sampai hujan pun mereka hiraukan. Shalat ashar pun jadi tertunda gara-gara main bola, astaghfirullah. Raka yang diantara teman-temannya agak lebih baik kesadaran beragamanya, segera keluar lapangan lalu ambil wudhu untuk shalat. Setelah itu, kembali ke lapangan melanjutkan permainan. Raka juga mulai mengingatkan teman-temannya untuk segera shalat ashar bagi yang belum. Dari kejauhan nampak si Fidha dan teman-temannya asyik ngobrol kesana kemari melepas penat setelah UN. Tak sengaja, pandangan matanya tertuju kaepada Raka yang sedang mengajak teman-temannya untuk shalat. Terlihat senyum kecil lagi di wajahnya melihat tingkah Raka. Teman-temannya mulai meledeknya.
"Senyum-senyum sendiri ni yee" ledek Fitri. 
"Iya nih, Fidha senyum-senyum ke siapa ya ini," tambah Hani. 
"Apaan kalian ini. Ga buat siapa-siapa. Buat semua anak-anak itu yang lagi main. Seneng banget bisa lepas beban habis UN,"kata Fidha sambil sedikit grogi. 
"Yang bener Fid. Senyummu itu bukan senyum untuk semua orang, tapi untuk 1 orang aja kayaknya"sahut Fitri memanaskan suasana.
"Ngaku aja Fid gapapa kok. Kita ga bakal bialng sapa-sapa. Cuma buat rahasia kita bertiga kok,"pinta Hani lagi dengan muka memelas kali ini. 
"Ah apaan kalian ini. Udah ayo pulang udah sore ini. Keburu hujan lagi,"kata Fidha sambil membawa tasnya pergi. 
"Ehm ehm pokoknya sebelum lulus harus cerita ya Fid, hahha,"timpal Hani dan fitri berbarengan.
Hari itu berakhir bahagia, dimanapun SMA itu berada. UN SMA telah selesai. Sekarang, tinggal menunggu pengumumannya sekitar 1 bulan lagi. 

Satu bulan menuju pengumuman bukan waktu yang santai sebenarnya. Para siswa dihadapkan dengan gelaran ujian yang lebih besar, SNMPTN alias Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Ngeri kan namanya? karena ngeri tu, para siswa dituntut lebih cerdas dalam menyelesaikan soal-soal SNMPTN, karena level soalnya jauh berada di atas UN. Para siswa yang mengikuti SNMPTN undangan pun dibuat deg-degan menanti hasil seleksi undangan di universitas-universitas melalui nilai-nilai rapor mereka. Raka yang tadinya girang UN selesai, sekarang harus berhadapan dengan buku-buku lagi untuk persiapan SNMPTN smbil menunggu pengumuman kelulusan UN saja, karena ia tak ikut undangan. 

Raka lebih santai mengahadapi SNMPTN, karena ia merasa lebih siap gara-gara belajar sangat keras menjelang UN. Ia lebih banyak mengikuti pelajaran di tempat bimbingan belajar daripada di sekolah, karena di sekolah memang tidak menyediakan kursus untuk mengerjakan soal-soal SNMPTN. Sekolah sekarang dikuasai anak-anak kelas 11. ANak-anak kelas 12 pindah ke tempat bimbingan belajar, karena materi dan latihan soalnya lebih bervariasi. Raka dan Fidha berada di tempat bimbel yang sama. Intensitas pertemuan mereka lebih sering daripada dulu. Tapi tetap aja tak ada yang berubah dari mereka, cuma sebatas teman. Teman yang mungkin sebenarnya menyimpan perasaan satu sama lain, tapi masih dipendam. Masih belum berpikir yang aneh-aneh. Mereka sering ketemu, walau hanya sekadar membahas 1-2 soal saja. Beberapa kali juga mereka belajar hingga malam jika ada soal yang sulit dipecahkan bersama tentor bimbel itu. Sering juga mereka jajan di depan bareng, walau hanya sebentar, tidak seperti anak-anak lain yang menghabiskan waktu jajannya sambil ngobrol panjang lebar. Tapi tetap saja, sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit. Bisa jadi apa yang di  dalam hati mereka seperti itu. Seperti air yang tenang, tiba-tiba menghanyutkan benda di sekitarnya.

Perubahan siginfikan terjadi pada Raka menjelang SNMPTN ini. Ia lebih religius kali ini. Shalat un tak pernah ditunda. Selalu bersegera dan berjamaah. Fidha sedikit banyak juga terkena imbas dari Raka, walau tidak banyak. Raka menjadi begini karena ia baru saja membaca buku motivasi dari seorang motivator ulung yang kata-katanya menginspirasinya, bahwa semua yang kita usahakan di dunia ini harus dilandasi dengan niat menuju kebahagiaan di akhirat. Masya Allah. Raka menjadi agak kalem kali ini, Raka menjadi anak yang tidak blak-blakan omongannya seperti sebelumnya. 
"Weh, Rak, sekarang tambah rajin shalatnya kamu",kata Fidha.
"Masa sih? Biasa aja ah. Aku ngeras aga ada perubahan apa-apa kok,"jawab Raka. 
"Anak-anak lo juga ngomong kayak gini. Berubah bener kamu Rak sekarang, Cie ciee,"ledek Fidha. 
"Apaan dah. Lupain aja deh. Udah-udah ayo balik ke kelas lagi,"sahut Raka cepat. 
Ternyata teman-teman Raka juga merasa ada perubahan yang signifikan dari Raka ya. Selamat, Raka !!!





Tidak ada komentar:

Posting Komentar